Masih teringat olehku pertemuan kita waktu itu, dihadapan
Baginda Sultan diantara para Datu dan Dayang, ditengah balairung sari. Rumah
bertanduk begitu orang menyebutnya.
Engkau menari dengan
anggun, wajahmu cantik rupawan, kerlingan matamu yang lembut dan rambutmu
bergelombang berayun dimainkan angin sungai kayan.
Ketika kau tersenyum padaku kurasa jatuh cinta pada pandang
pertama. Degub jantungku makin keras saat kau datang mengalungkan selendangmu
dileherku, membawaku ditengah ruang menari bersamamu. Mataku matamu bercermin
jadi satu, senyummu menghangatkan hatiku.
Masih terasa wangi harum dari untaian rambutmu bagai
gelombang itu, ….. kusimpan selalu dalam ingatanku.
Aku pernah berjanji padamu, … bila ku datang kembali, aku
kembali membawa cinta untukmu. Meminta restu kedua orang tuamu, menghaturkan
sembah izin pada Baginda Sultan tuk membawamu bersamaku. Cinta dalam hatiku tak
pernah padam untukmu …
Rindu mengikat di hati, menghitung hari demi hari untuk tuk
hidup bersamamu….
Namun ketika kukembali …. Remuk redam rasa jiwaku ketika
hanya pusaramu…., wahai jantung hatiku …. Yang kutemui disini, di Tanjung Palas,…
tempat pertama aku mengenalmu wahai
adinda, di sinipula berakhir impianku bersamamu …
Angin sungai kayan begitu sendu mengiringi tangis airmataku
yang jatuh, ingatanku membawaku pada mu
saat terakhir kita mengucap janji ditepi
sungai kayan ini…
“Saya hanya penari jugit tuan …. Pantaskah saya …. Cinta ini
saya simpan dalam hati, menunggu tuan kembali nanti” ….