Pernah
kawan ke pergi Martapura, kota yang dikenal dengan "galuh" nya yang
berkilauan itu, atau dengan mesjid besar dgn kubah birunya yang
menjulang itu. Martapura memang cantik, tapi tau kah kawan, dalam riak
tenang sungai Martapura, dalam hembusan angin sejuk dari hulu Sungai,
hikayat membawa kita berkelana tentang kisah cinta "Romeo dan Juliet"
atau "Qais dan Laila" yang menggetarkan hati. disini di Martapura ini...
Seorang
guru pernah bercerita padaku, ibarat sebuah hadis, "sanad" atau
jalannya hadis itu bersambung dari satu penyampai ke penyampai lainnya.
seperti itulah kisah cerita ini, tapi tak perlu lah aku beri tau siapa
nama mereka, cukup kita ingat saja kisah dari jalinan cinta mereka.
Martapura puluhan tahun yang lalu....
Sungai
Martapura berlenggok manis, tak jauh dari tepinya ada pesantren megah,
"cahaya ilmu Martapura" yang terkenal, Darussalam namanya,atau pelan dan
penuh irama para pengayuh "jukung" seperti menari menambah indah
suasana Martapura hari itu...
Acil-acil
yang menjajakan barang dagangannya dari satu jukung ke jukung lainnya,
atau kawan mungkin sering melihat anak-anak kecil berbaju gamis,
mendekap kitab dalam dadanya yang bergegas berjalan karena takut
tertinggal dalam majelis ilmu, atau lelaki tua memancing ikan untuk lauk
pauk anak dan istri di rumah, ya... begitulah Martapura, tiada berubah
sama seperti dulu... dalam tenang aliran sungainya, dari sinilah cerita
itu bermula....
Anak lelaki itu mengayuh jukungnya yang
renta, nampak peluh keringat membias dari dahinya, namun ia tersenyum
memandang anak perempuan yang ia bawa hari itu, anak perempuan itu pun
tersenyum, senyumnya elok bukan buatan kawan, manis sekali....begitulah
hari-hari berlanjut....
Waktu cepat berlalu... Kata
orang, cinta itu "datang dari mata dan bersemayam turun ke hati"...
beranjak dewasa, keduanya yang sudah seperti kakak beradik itu rupanya
menyimpan rahasia yang sama, karena sering bertemu, ada bunga-bunga
cinta yang bersemi, lelaki itu jatuh hati pada pandangan pertama....
jatuh hati dengan anak perempuan yang dulu sering di antarnya menuntut
ilmu dengan jukung tuanya itu,.. O kawan, ia sekarang sudah menjadi
gadis yang rupawan, tujuh belas tahun umurnya... sama seperti gadis
Martapura lain yang cantik tak terbilang...tapi apa daya ia sadar, ia
hanya lelaki miskin, anak pungut saudagar yang sudah dianggapnya
sepertinya ayahnya sendiri, ia sadar ini cinta yang tak mungkin... di
satu sisi sang gadis juga menyimpan rasa yang sama, jatuh hati dengan
lelaki yang dianggap saudara oleh keluarganya, tapi ia hanya
perempuan,mungkin tak lama lagi ayah nya akan menerima pinangan lelaki
yang sederajat dengannya... ah cinta... begitulah cinta mereka cinta
yang sunyi, cinta yang hanya disimpan dalam hati....
Satu
hari, ayah sang gadis akan pergi berdagang, ia titipkan anak gadisnya
pada orang yang sudah dianggapnya sebagai putranya sendiri itu... malam
purnama tegak tegak dicakrawala... sang lelaki shalat malam di balik
kamarnya, dan gadis itu pun shalat di kamar sebelah, keheningan
mengantarkan syahdu malam itu...
Lelaki itu kemudian
berkata, dari balik dinding... rindu yang tertahan sejak puluhan tahun
lalu rupanya memaksa lidahnya untuk berkata "Adingku, permata hati ku,
sudah lama abag menahan rasa dalam hati, rasa yang abang kunci dalam
sukma ini, ding... ulun mengharamkan ding... mengharamkan badan ulun
untuk perempuan, selain pian seorang ding, hanya pian seorang...".
purnama tegak lurus diangkasa saat janji suci itu di ucap sang
lelaki...tak lama berselang, suara sejuk terdengar dari bibir sang
gadis, dari balik bilik kamar sebelah, " abang... ulun juga punya rasa
yang sama, ulun mengharamkan bedan ulun di sentuh lelaki lain, selain
pian seorang" malam makin mengulum senyumnya, tuhan memeluk janji itu
dan mencatatnya diatas sana, tanpa mereka sadari sang ayah sudah dari
tadi berdiam dibawah rumah, ia mahfum... pasti akan begini akhirnya,
sudah lama ia sadari ada cinta di hati anak-anak itu, dari mata kawan...
dari mata mereka saling menatap ia tau ada cinta bersemi sana....
Azan
bergema, dan subuh pun datang... Allah memanggil tiap mahluknya untuk
menuju kemengan... sang ayah datang mengetuk pintu, syukur diucapkannya
saat ia tau anak perempuan semata wayangnya masih menjaga apa yang bukan
haknya di serahkan sebelum saatnya tiba... setelah tau ayahnya rupanya
memang tidak pergi dan mendengar janji yang yang diucap malam itu... air
matanya meleleh, ia sadar cintanya mungkin akan segera berakhir, tak
lama lagi ia mungkin akan dijodohkan dengan lelaki lain yang sederajat
dengan ayahnya..., sang lelaki berusaha sekuat tenaga menguatkan
hatinya, ia malu sudah begitu lancang mencintai anak seorang saudagar,
sepertinya dunia akan segera berakhir baginya, hatinya bergetar karena
malu dengan orang tua yang memungutnya itu, dan karena cintanya pada
sang gadis...
Tapi ayahnya tau cinta bukan hal yang
harus dipaksakan, orang tua yang bijak itu mengizinkan pernikahan mereka
dengan syarat, lelaki itu harus pergi ke tanah Brunai karena disanalah
asal dari ayahnya... ada warisan yang harus diambil untuk
pernikahannya,..
Apa kawan berpikir cinta mereka sampai
disini,.. bahagiakah mereka... o sobat ku yang baik hatinya, cerita
cinta ini sesungguhnya baru di mulai setelah ini...
Terang
tanah lelaki itu bersiap mengayuh jukungnya, gadis itu hanya bisa
memandang dari kejauhan, seorang anak di mintanya memberikan gelang yang
telah lama melinggar di tangannya yang putih itu, hanya itu yang dia
punya untuk menguatkan hati lelaki pujaan hatinya itu... cinta mengalir
jernih... seperti jernihnya Sungai Martapura...
Dua
tiga bulan berlalu lelaki itu belum juga tampak di dermaga, cinta makin
menguatkan hati gadis itu, tahun demi tahun berlalu, tak terasan delapan
tahun telah berjalan sejak kepergian lelaki pujaan hatinya itu... cinta
masih berbunga dalam hari-hari gadis itu, ayah sang gadis sudah tidak
bisa lagi menunggu, baginya lelaki itu mungkin sudah beranak istri di
tanah brunai, tak ada jalan lagi kecuali menerima pinangan orang yang
sudah sering ia tolak, pilihan jatuh pada seorang anak tuan guru...
gadis itu ingin bertahan, tapi kawan ia hanya seorang gadis yang
lemah... tanggal pernikahan telah di tetapkan,...
Sungai Martapura mengalir jernih.... sejernih air mata yang mengalir di pipinya yang molek itu....
Martapura
berhias,... janur kuning tegak menyambut pengantin baru, saat di
sandingkan, mata sang gadis hanya melelehkan butir-butir bening, betapa
menyakitkan menyambung kasih dengan orang yang tidak cintainya, ia
pasrah... badannya kurus, wajahnya sembab seolah aura kecantikannya
mulai menghilang, menguap karena rindu yang tak tertahankan...
sanak saudara penuh menyambut pernikahan yang telah lama mereka tunggu itu, shalawat dan rebana mengalir merdu sampai ke hulu...
O
kawan... siapa yang datang itu, lelaki kurus baru merapat dari atas
jukung, wajahnya sembab, berjuta rindu rupanya bergayut di pundaknya,
shalawat tak hentinya membasahi bibirnya, ia tiba di tanah banjar yang
dirindukannya... anak-anak bersorak riang menyambut kedatangannya,
namanya seolah terlabung ke seluruh kampung... wanita itu terhenyak
bukan buatan... nama itu..., nama lelaki yang dirindukannya itu,
benarkah ia adanya..
Sang lelaki terhenyak Janur kuning menyambut kedatangannya, tapi bukan untuknya...
Hatinya
bergetar saat melihat kedua mempelai telah bersanding, air matanya
tumpah melihat inai yang terukir indah ditangan gadis itu, tangan yang
dulunya melingkar gelang yang selalu ia bawa, penawar rindu selama di
rantau orang, tapi apa daya cinta sepertinya tidak memihak padanya, ia
roboh didepan khalayak umum... sang gadis tak kurang kagetnya, air mata
yang meleleh tumpah seketika, rindunya tertahankan lagi, rindu yang yang
dirasakan menyesakan dada, orang dicintainya datang justru saat harapan
itu tak lagi datang... keduanya roboh seketika, air mata membasahi
relung jiwa mereka...
Keduanya dibaringkan tak jauh
dari dipan yang hanya di halat dua langkah, syahdu mengantarkan antara
kesedihan dan rindu, lelaki itu berkata, "Adingku ... permata hatiku..
kenapa pian menikah dengan orang lain, bukan kah kita sudah berjanji...
sehidup semati...", hening ruangan itu, tak ada yang berkata, Allah
seakan menghentikan langkah dan lidah sipapun kecuali mereka berdua.
gadis itu menjawab dengan suara yang bergetar " abang... ulun tiap hari
menunggu pian, badan ini tidak pernah ulun biarkan disentuh kecuali
untuk pian, kemana pian selama delapan tahun ini... ulun rindu..."
lelaki itu menarik nafasnya " ading ku... bukan ulun ingkar akan janji
,... tiap malam dalam mimpi hanya ada pian seorang... dalam shalat ku,
ulun hanya minta untuk bertemu pian...walaupun cuma sekali... pian tau
ding... disana ulun di penjara, ulun berjuang dengan orang sebangsa
mengusir Inggris di tanah seberang..., ulun merindukan pian tiap waktu,
tidak pernah ulun halal kan badan ini kecuali untuk pian seorang
ding..." suaranya begitu lemah.." gadis itu berkata " abang... cuma ada
pian di hati ulun hanya pian yang boleh menyentuh ulun...." dan tuhan
pun mendekap janji dan mimpi mereka, janji suci yang di ucap puluhan
tahun yang lalu, Allah mengabulkan permintaan mereka " Ya Allah temukan
kami walaupun hanya sekali"... Allah menyambut ruh dari jasad mereka,..
begitulah cinta kawan keduanya tak lagi bergerak hanya senyum yang
dihias dibibir mereka... cinta mengantar mereka pergi ke alam sana, dan
Allah mengabulkan janji mereka...Martapurapun menjadi hening....
Begitulah
kawan, Sungai Martapura yang jernih itu menyimpan cerita, jika kawan
datang ke tepiannya, ingatlah cinta yang tak pernah ternoda ini...
disini... di Martapura ini...